Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Korupsinya Chromebook Rp 9,9 T Diselidiki, Tempat Tinggal Staf Khusus Mantan Menteri Nadiem Makarim Dirazia

.CO.ID, JAKARTA – Penyelidik Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengadakan pencarian di kediaman dua pegawai khusus yang bekerja untuk Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Operasi ini berkaitan dengan penyelidikan skandal suap dalam proyek digitalisasi pendidikan antara tahun 2019 hingga 2023. Beberapa benda bukti serta dokumen juga diamankan selama operasi tersebut.

Kapuspenkum Kejaksaan Agung Harli Siregar menyampaikan bahwa pemeriksaan telah berlangsung pada hari Rabu tanggal 21 Mei 2025. Tempat pengecekan pertama kali dilaksanakan di kediaman awal dari seseorang dengan inisial FH yang terletak di Apartemen Kuningan Place lantai 12 unit B9, wilayah Kuningan Mulia, Setiabudi, Jakarta Selatan (Jaksel), serta di tempat tinggal awal bertanda inisial JT yang ada di Apartemen Ciputra World 2 Tower Orchard dalam area Semanggi, juga di kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan (Jaksel).

"FH dan JT dikenal sebagai staf khusus dari Menteri Dikbudristek," terang Harli di Kejagung, Jakarta, pada hari Selasa (27/5/2025).

Harli menjelaskan bahwa setelah penggeledahan di tempat pertama, yaitu apartemen milik inisial FH, petugas berhasil menyita minimal lima item barang bukti elektronika. Barang-barang tersebut terdiri atas sebuah notebook dan empat perangkat smartphone.

Di tempat pencarian kedua, yang merupakan apartemen di mana JT tinggal, petugas berhasil mengambil empat item bukti elektronik. Barang-barang tersebut meliputi dua perangkat handphone atau ponsel. hard disk eksternal, satu unit flash disk , ditambah dengan sebuahunit laptop.

"Dan dari apartemen JT, juga diamankan sejumlah barang bukti dalam bentuk dokumen," jelas Harli.

Pada hari Senin tanggal 26 Mei 2025, Jampidsus merilis informasi tentang pemeriksaan kasus dugaan tindakan pidana korupsi baru yang berlangsung di Kemendikbudristek dari tahun 2019 hingga 2023. Kasus ini berkaitan dengan penyalahgunaan dana sebesar Rp 9,9 triliun dalam rangka mendukung program digitalisasi pendidikan.

"Jaksa dari unit Jaksa Agung Muda Bidang TindakPidana Khusus sudah memperbarui status proses kasus dari tahap penyelidikan menjadi penyidikan dalam kasus dugaan tindakan pidana korupsi yang melibatkan Kemendikbudristek terkait proyek digitalisasi pendidikan antara tahun 2019 hingga 2023," ungkap Harli saat berbicara kepada media di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin.

Posisi kasus

Harli menjelaskan bahwa awal dari kasus ini adalah adanya indikasi kerjasama yang tidak benar atau permufakatan jahat di antara pegawai dalam lingkup kementerian dan sektor swasta. Hal itu terjadi saat mereka menyelenggarakan kegiatan penelaahan teknis berkaitan dengan pembelian perlengkapan digitalisasi pendidikan.

"Bahkan kolusi atau konspirasi jahat itu terjadi di antara beberapa pihak yang bekerja dengan mendorong tim teknis untuk melakukan studi teknis berkaitan dengan penyediaan peralatan dalam bidang teknologi pendidikan," papar Harli.

Berikutnya dari analisis teknis itu, disimpulkan bahwa di dalam program digitalisasi pendidikan, departemen harus menerapkan penggunaan laptop ataupun netbook untuk semua murid-murid sekolah. Pemakaian perangkat lunak ini pun membutuhkan adanya sistem operasi yang terpisah.

Agar diberi arahan sehingga pemakaian laptop yang didasarkan pada tersebut dapat dioptimalkan atau digunakan dengan tepat. operating system Chromebook,” kata Harli.

Berdasarkan investigasi awal ini, menurut Harli, disimpulkan bahwa tidak perlu menerapkan penggunaan laptop dengan sistem operasi tersebut. Sebab, sebagaimana dijelaskan oleh Harli, telah ada percobaan menggunakan laptop berbasis sistem operasi Chromebook pada tahun 2019. Dalam tes tersebut, seperti yang dinyatakan Harli lagi, dilaporkan bahwa penggunaan laptop jenis Chromebook itu ternyata tidak memenuhi kebutuhan mereka.

Namun, program digitalisasi pendidikan tersebut tetap dijalankan dengan total anggaran sebesar Rp 9,9 triliun. Angka ini mencakup Rp 3,82 triliun berasal dari dana satuan pendidikan, serta Rp 6,39 triliun dari dana alokasi khusus (DAK).

"Di tahun 2019, percobaan pada 1000 unit Chromebook saat itu tidak berhasil," kata Harli.

Berikutnya, pada upaya digitalisasi pendidikan saat itu tidak bisa diterapkan karena kurang meratanya ketersediaan jaringan internet di berbagai daerah tempat belajar para pelajar. "Oleh sebab itu dicurigai bahwa ada kolusi untuk melakukan tindakan pidana korupsi," ungkap Harli.