BNN: Pemanfaatan Ganja untuk Medis Tunggu Hasil Riset

, Jakarta Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Marthinus Hukom mengungkapkan penggunaan ganja Untuk kebutuhan medis di Indonesia, perlu adanya penelitian ilmiah sebelumnya. Oleh karena itu, pada dasarnya ganja masih termasuk dalam kategori pertama dari zat-zat narkotika yang dilarang digunakan selain untuk tujuan tertentu. "Meskipun ganja tetap masuk dalam kategori satu, hal tersebut tidak bermakna bahwa kita boleh menggunakannya bebas untuk urusan kesehatan," ungkap Marthinus setelah melakukan rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Senin, 5 Mei 2025.
Menurutnya, BNN akan bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dalam melaksanakan studi sesuai dengan ketentuan undang-undang dasar dan saran dari legislatif. Dia percaya bahwa penggunaan marijuana untuk tujuan perawatan klinis tak boleh didasari semata-mata oleh cerita individu atau pandangan masyarakat umum, tetapi harus dibuktikan secara ilmiah. "Kita jangan cuma mengandalkan kepercayaan populer atau perkataan orang lain saja," katanya. "Harus ada data yang konkret."
Marthinus menyebutkan, saat ini Indonesia diperkirakan memiliki kira-kira 1,4 juta konsumen ganja. Oleh karena itu, melegalkannya tanpa adanya peraturan hukum yang kuat dapat membuka peluang untuk penyalahgunaan. Dia menekankan pentingnya membedakan antara penggunaan medis dan pemakaian secara luas. "Jika mereka tidak sedang menjadi pasien, maka akan ada 1,4 juta individu yang terjerembab ke dalam ilusi," ujar Marthinus.
Pada pertemuan tersebut, Komisi III menggarisbawahi pentingnya adanya peraturan yang fleksibel tapi masih didasari oleh sikap hati-hati. Beberapa anggota parlemen mensinyalir agar Badan Narkotika Nasional (BNN) serta Departemen Kesehatan harus cepat melakukan penelitian guna membentuk landasan keputusan berdasarkan bukti klinis.
Permintaan ini diungkapkan oleh salah satu anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan. Dia menekankan pentingnya adanya penelitian tentang pemanfaatan ganja dalam bidang medis. Marthinus memberi tanggapan bahwa mereka siap melaksanakan studi tersebut karena BNN telah dilengkapi dengan laboratorium forensik. "Kita akan menjadikan hal ini sebagai kewajiban konstitusional dan kita akan mendorong Kementerian Kesehatan serta BRIN ikut terlibat," jelas Marthinus.