Ekosistem Laut Kekinian: Temuan Revolusioner Dua Genus dan Tujuh Spesies Mikroalga Laut Baru di Indonesia
.CO - Keanekaragaman hayati di lautan Indonesia sekali lagi menjadi fokus dalam riset global. Sebuah tim peneliti dari Universitas Brawijaya (UB) berhasil mengungkapkan temuan signifikan dengan mendokumentasikan dua genus yang belum pernah ditemukan sebelumnya serta tujuh jenis mikroalga laut dari keluarga Cetenulaceae.
Studi ini tidak hanya menambahkan ke ketersediaan taksonomi global, namun juga menguatkan peran Indonesia sebagai tempat uji coba alamiah bagi ekosistem lautan tropis yang masih kurang tersentuh eksplorasi.
Dibimbing oleh Oktiyas Muzaky Luthfi, S.T., M.Sc., seorang dosen pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), penemuan ini muncul berkat peneletian ekosistem perairan pantai di Pulau Bawean, Jawa Timur serta Teluk Tomini, Sulawesi Tengah.
Studi ini dijalankan bekerja sama dengan Universitas Szczecin, Polandia serta sejumlah lembaga partner lainnya.
"Ketika ini menggambarkan bahwa lautan di Indonesia masih menyimpan berbagai bentuk kehidupan mikroskopis yang belum kita kuasai dengan baik. Terlebih lagi, bahkan dari sedimen dan terumbu karang yang sudah mati pun, kami mampu menyingkap adanya struktur hidup yang benar-benar baru," jelas Oktiyas.
Melalui teknik mikroskop cahaya dan Scanning Electron Microscope (SEM), tim berhasil mengidentifikasi dua genus baru:
* Paracatenula porostriata, yang ditemukan di Gili Iyang, Bawean, mempunyai cangkang bulat dengan lubang kecil berupa kerancangan tidak simetris.
* Wallaceago porostriatus, yang ditemukan di Teluk Tomini, memiliki ciri khas berbentuk seperti belah ketupat dan dilengkapi dengan garis-garis tipis pada sisi bawahnya.
Nama Wallaceago diberikan sebagai penghormatan kepada Alfred Russel Wallace, tokoh penting dalam sejarah biogeografi Indonesia.
Di luar kedua genus itu, lima jenis baru dari genus Catenula dan Catenulopsis juga berhasil diidentifikasi:
* Catenula boyanensis
* Catenula komodensis
* Catenula decusa
* Catenula densestriata
* Catenulopsis baweana
Tiap jenis tampil dengan ciri khas berbentuk klepet, corak garis, dan ukiran silika mirip pasir yang rumit, menggambarkan bagaimana mikroalgae telah berkembang biak untuk bisa bertahan di lingkungan tropical yang selalu berubah-ubah.
Oktiyas menggarisbawahi bahwa riset ini tak sekadar bernilai dari sudut pandang akademis, melainkan juga berdampak signifikan pada pengamatan mutu air lautan, simulasi ekosistem perairan, serta analisis paleoekologi.
"Penelitian taksonomi semacam itu merupakan dasar dalam memahami dinamika ekosistem perairan tropis serta dapat berfungsi sebagai penanda dini dari perubahan lingkungan," ungkapnya.
Ia juga menambahkan bahwa UB saat ini tengah membangun ekosistem riset yang kuat di bidang mikroorganisme laut, termasuk mendorong publikasi ilmiah bereputasi dan kolaborasi internasional.
"UB punya potensi besar sebagai pusat studi mikroalga tropis. Ini akan menempatkan kita dalam peta global sebagai produsen pengetahuan, bukan hanya pengguna," tegas, Oktiyas.
Di akhir pidatonya, Oktiyas memberikan pesan motivasi kepada para mahasiswa untuk berani menggali topik-topik penelitian yang masih jarang dilirik.
"Terjadi seringkali para pelajar menghadapi kesulitan mencari topik tugas akhir mereka. Padahal dunia di sekitar kita penuh dengan berbagai teka-teki. Menggunakan alat seperti mikroskop serta keuletan, inspirasi dapat berasal dari hal-hal yang tidak disangka-siang," jelasnya.
Temuan ini sudah diumumkan di jurnal internasional terkemuka dan turut membantu memperkokoh peran Universitas Brawijaya dalam mendukung posisi Indonesia pada panggung sains laut dunia.
"Sainse tak selalu berfokus pada pencapaian gemilah yang kelihatan oleh mata. Terkadang, jawaban untuk kerumitan hidup malahan ditemukan melalui partikel-partikel mikroskopis di dasar lautan," demikian katanya.
Temuan ini bukan sekadar pencapaian akademik, melainkan langkah maju dalam memetakan ekosistem laut tropis yang belum selesai ditulis—dan UB berada di garda depan penulisnya.(RBK/MIT)***