Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Atas Permintaan Pemimpin Setempat, TNI Cabut Pasukan dari Kampung Sugapa Lama Mulai 15 Mei

TNI mengonfirmasi telah mengevakuasi seluruh personelnya dari kawasan Kampung Sugapa Lama, yang berada di Distrik Hitadipa, Intan Jaya, Papua Tengah. Pengunduran diri ini terjadi mulai hari Kamis (15/5) lalu.

TNIP mengeluarkan personelnya sesuai dengan permohonan dari bupati serta para pemimpin masyarakat lokal. Hal tersebut dijelaskan oleh Kapuspen TNI Mayjen TNI Kristomei Sianturi dalam tanggapannya tentang adanya surat terbuka yang ditandatangani Antonia Hilaria Wandagau.

Surat terbukanya menyatakan bahwa TNI sudah mengarahkan tembakannya pada dan membunuh seorang wanita yang dikenal sebagai Mama Hertina Mirip.

"Itu hanyalah kabar bohong yang diciptakan untuk membangun persepsi palsu tentang pembantaian penduduk di Papua oleh TNI. Sebenarnya, sejak tanggal 15 Mei 2025, TNI telah ditarik mundur dari Kampung Sugapa Lama berdasarkan permintaan bupati serta para pemuka masyarakat lokal," jelas Kristomei Sianturi.

Setelah tentara TNI pergi dari desa Sugapa Lama, disebutkan bahwa Mama Hertina menghilang di lokasi penampungan pengungsi. Dia sudah tidak terlihat sejak tanggal 18 Mei.

Warga mengatakan bahwa orang tersebut kembali ke desanya yang bernama Jaindapa. Saat dalam perjalanannya, dia ditahan dan diserang oleh anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM), yang dipimpin oleh Daniel Aibon Kogoya.

"Menuduh bahwa Mama Hertina mempunyai anak merupakan informasi yang salah. Menurut penjelasan dari warga setempat serta tokoh adat, Mama Hertina tidak memiliki keturunan, dan nama Antonia Hiliaria Wandagau (yang disebutkan dalam surat terbuka dan menyatakan dirinya sebagai anak Mama Hertina) tidak familiar bagi orang-orang di sekitarnya," tambah Kristomei Sianturi.

Mengingat penyebaran kabar itu, Kristomei meminta publik agar tidak serta-merta mempercayai cerita-cerita fitnah. Terlebih lagi apa yang telah terjadi sebenarnya mencerminkan tindakan kekerasan dari kelompok separatis OPM. Kelompok ini ternyata melakukan intimidasi kepada penduduk biasa.

"Setiap usaha memecah belah di antara penegak hukum dan warga merupakan bagian dari rencana kelompok separatis untuk mengurangi keyakinan publik. Jangan sampai terhasut," tegas Kristomei Sianturi.